Kekerasan Tidak Timbul Dengan Sendirinya

02-04-2013 / KOMISI VIII

Hampir dua tahun belakangan ini, kekerasan pada anak-anak cenderung meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.  Dan yang cukup menyakitkan adalah kekerasan itu terkadang dilakukan oleh orang terdekat dengan anak itu.

“Ibu membunuh anak, bapak membunuh anak, bapak memperkosa anak. Naujubillah, ini memang luar biasa sangat dahsyat, sungguh sangat memilukan dan menyakitkan.  Orang yang seharusnya menjadi pelindung anak tapi justru mereka yang mengoyak-ngoyak kebahagiaan dan  masa depan anak dengan berbagai macam caranya,” papar Wakil Ketua Komisi VIII Jajuli Juwaini kepada Parlementaria.

Menurut politisi PKS ini, masalah kekerasan pada anak  merupakan persoalan yang sangat serius dan harus menjadi perhatian   seluruh stake holder di negeri ini. Baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Baik itu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

“Kita harus urai dan cari  penyebabnya secara bersama-sama. Saya tidak suka saling menyalahkan masalah ini. Harus kita lihat dari berbagai aspek, apakah ini karena kemiskinan, kemiskinan yang menimbulkan  harmonisasi keluarga terganggu. Harmonisasi keluarga yang terganggu mengakibatkan orang mengambil jalan pintas,” terang Jajuli.

Untuk menyelesaikan persoalan ini, kata Jajuli, kita perlu  mengurai untuk mencari benang merah persoalan,  kemudian   menyimpulkan dan menangani persoalan ini dalam waktu yang cepat. Dan, hal-hal  yang berkaitan dengan hukum, ini  harus jelas, tegas dan adil. “Tidak boleh hukumnya milih-milih,” imbuh Jajuli.

Secara  undang-undang yaitu UU tentang Perlindungan Anak, sebenarnya sudah cukup bagusDimana semua orang yang melakukan kekerasan pada anak akan terjerat dengan UU ini.

Dari segi sanksi sendiri, sudah cukup bagus dan memadai. Dan kalaupun ada kekurangan-kekurangan dapat kita lihat, kata anggota dewan dari Daerah Pemilihan Banten.

“Tapi saya kira untuk melenyapkan persoalan itu tidak semata-mata dari sanksi, kita harus bangun dari sisi-sisi lainnyaApakah ini faktor broken dalam rumah tangga,   faktor ekonomi. Karena biasanya orang yang emosinya memuncak ketika beban berat tapi  solusi tidak ada,” katanya

Jajuli mencontohkan, seorang ibu ngamuk, karena anaknya banyak, suaminya  tidak bertanggung jawab, sudah tidak punya penghasilan tapi dia kawin lagi. Namun  salahnya  ibu tersebut  melampiaskannya pada anakSeharusnya  anak tidak boleh menjadi sasaran atau menjadi korban.

Jajuli memintabudaya timur yang sudah ditanamkan oleh kakek nenek moyang kita sejak dulu kala harus dibangkitkan kembali tentang kesetiakawanan sosial, tentang kepedulian sosial. Karena menurutnya, saat ini orang cenderung  mulai  individualis, karena kadang-kadang juga terbangun opininya oleh HAM.  “Ngapain sih kita ikut campur urusan orang, inikan hak asasi, oleh sebab itu kita   harus membedakan antara hak asasi dan menyelamatkan generasi,” jelasnya ketika ditanya bagaimana seharusnya peran lingkungan sekitar seperti tetangga kita.

“Ketika orang ada persoalan dalam rumah tangga, tentu kita tidak ikut-ikut. Tetapi ketika ada kekerasan, wajib tetangganya melindungi. Tidak perlu minta perlindungan dulu. Inilah  pentingnya keakraban dalam bertetangga, warga dan lingkungan, perlu dibangun,” terang Jajuli

Ketua RT/RW  harus lebih sensitif pada lingkungannya saat ini. Agar hal seperti ini yang terjadi di lingkungan ke RT-an atau ke RW-annya dapat terdeteksi .

Jajuli menyatakan, kekerasan itu tidak timbul dengan sendirinya, tapi ada  mata rantai yang menyebabkan kekerasan. Mata rantai inilah yang harus kita deteksi dengan cepat.

Banyak persoalan yang menyebabkan kekerasan pada anak, antara lain  pendidikan, ekonomi, kepedulian sosial, kerendahan pemahanan tentang membangun keluarga, kerendahan pemahaman tanggung jawab terhadap anak, persoalan sosial kemasyarakatan, ada persoalan hukum dan seterusnya

Dirinya yakin, pemerintah sudah bekerja keras. Dan itu, menurutnya harus kita  apresiasi. Tetapi kalau masih ada persoalan yang muncul dalam masalah ini, berarti masih harus ditingkatkan peran pemerintah.

Dari  jumlah anak di Indonesia saat ini dibanding dengan  anak yang mengalami  kekerasanmemang kekerasan itu tidak seberapa. Namun Jajuli menyatakan  kekarasan itu jangankan ratusan, satu saja jangan terjadi di republik ini.

“Saya  prihtain adanya kekerasan pada anak yang merupakan generasi kita yang akan datang dan harus dilindungi oleh kita mulai dari lingkungan keluarga, tetangga, pendidikan, dan seterusnya, lingkungan bermain, malah mereka menjadi korban kekerasan seperti ini,” kata Jajuli.

“Namun  saya yakin ketika pemerintah serius mengatasi persoalan ini dan semua pihak yang terkait seriussaya yakin semua itu bisa diselesaikan dengan baik. Insyaallah”, tambah Jajuli. (sc), foto : nt/parle/hr.

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Koordinasi Program Sekolah Rakyat dengan Kementerian Terkait
07-02-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Pemerintah tengah merancang konsep Sekolah Rakyat sebagai solusi untuk menekan angka putus sekolah, terutama bagi anak-anak dari...
Komisi VIII Raker dengan Mensos, Bahas Efisiensi Anggaran dan Program Kerja
07-02-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko menyatakan bahwa Komisi VIII DPR RI telah menerima penjelasan...
Komisi VIII Apresiasi Terbentuknya Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional
07-02-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyampaikan apresiasi dan dukungan terhadap penyusunan Data Tunggal Sosial Ekonomi...
Maman Dorong BNPB Tingkatkan Sinergi dengan Publik dan Swasta
07-02-2025 / KOMISI VIII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman, menyoroti dampak signifikan dari efisiensi anggaran terhadap penanganan bencana di Indonesia....