DPD Dinilai Berlebihan Terjemahkan Keputusan MK

12-06-2013 / BADAN LEGISLASI

Anggota Badan Legislasi DPR RI (Baleg), Azhar Romli, menilai bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah berlebihan  menterjemahkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi DPD terhadap  UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD , dan DPRD (UU MD3) dan UU Nomor  12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).

“Kami mendapat surat dari DPD yang isinya menterjemahkan tentang posisinya setelah Keputusan MK. Boleh kita katakan disini bahwa DPD sudah terlalu berlebihan, sudah jauh melangkah,” kata Azhar Romli saat Rapat Pleno Baleg yang membahas Tindak Lanjut Keputusan MK, di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (11/6)

Azhar mengingatkan bahwa yang menjadi landasan kita adalah UUD 1945, dimana disebutkan  bahwa UU itu dibentuk oleh DPR dan dibahas bersama pemerintah, serta  mendapat persetujuan bersama, itu kalimat hierarkinya.

Sementara  kita  melihat  Keputusan MK tentang masalah ini, bahwa  intinya adalah  DPD itu boleh ikut membahas tapi tidak dapat ikut dalam pengambilan keputusan.

Dijelaskan Azhar Romli, bahwa pada saat pembahasan UU MD3 dulu,  permintaan DPD sudah direspon DPR, yaitu DPD boleh ikut mengajukan suatu RUU.

Dan prakteknya sendiri sudah berjalan, seperti di Komisi II DPR ketika  membahas UU Otonomi Daerah dan terutama UU yang lain-lain di Komisi V yaitu UU Perkapalan dan Pelabuhan, DPD diundang untuk  memberikan masukan dan sudah ikut membahas. "Apalagi apabila dalam satu UU itu sudah ada pendapat mini akhir, DPD sudah menyampaikan pendapat bahkan sudah masuk seolah-seolah mengambil keputusan," katanya.

“Kalau paripurna itu sebenarnya mengambil keputusan secara komprehensif, jadi apalagi yang mau dituntut, DPD  hadir memberikan keputusan didalam paripurna ini sudah jauh menyimpang dari semangat UUD 1945,” jelas politisi Partai Golkar ini.

 

 

Azhar Romli mengingatkan bahwa kehadiran lembaga DPD historinya adalah dalam rangka mewakili kelompok dan golongan yang dulu ada pada MPR, dimana diambil dari tiap daerah sama. Tidak bisa DPD disamakan dengan DPR. DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah, sementara DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat.

"Seharusnya DPD lebih memperhatikan kepada persoalan daerah yang diwakilinya, tapi ini sudah lebih jauh, kalau kita mau berdebat hal ini," imbuhnya.

Isi surat DPD, antara lain pembahasan suatu RUU dibahas secara Triparti dimana seolah-olah keterwakilan DPR itu harus mewakili lembaganya bukan melalui kepanjangan tangan alat kelengkapan dewan.

Kemudian, DPD ikuti dalam pengambilan keputusan di Rapat Paripurna DPR RI, serta DPD dapat menganulir UU yang sudah diputuskan DPR menyangkut wewenang DPD jika DPD tidak dilibatkan dalam pembahasannya. (sc)/foto:odjie/parle/iw.

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...