Keanggotaan BPK Harus Kombinasi

03-12-2013 / BADAN LEGISLASI

Keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus dikombinasikan antara pegawai karir dan non karir. Itu adalah kombinasi ideal yang diharapkan bisa mengisi formasi anggota BPK ke depan. Dengan begitu, keputusan yang dihasilkan BPK lebih akuntabel dan konfrehensif.

Demikian mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan BPK untuk membahas RUU BPK yang baru, Senin (2/12). Seperti diketahui UU No.15/2006 tentang BPK sudah tidak mampu lagi menjawab kebutuhan dan perkembangan zaman. RUU ini merupakan usulan DPR dan drafnya sedang dibahas oleh Baleg.

Pada rapat kali ini, Baleg meminta masukan dari Wakil Ketua BPK Hasan Basri. Banyak persoalan internal BPK dikemukakan Hasan Basri. Sunardi Ayub (F-Hanura) Wakil Ketua Baleg mengatakan, masukan ini jadi bahan sangat berharga bagi Baleg dalam konsinyering dengan agenda membahas draf RUU BPK. RUU ini sudah dibahas Baleg kurang lebih 2 bulan dengan menghadirkan beberapa pakar di bidang keuangan dan hukum.

Hasan Basri dalam paparannya di hadapan anggota Baleg menjelaskan, dengan UU BPK yang ada sekarang, sulit bagi pegawai BPK untuk masuk ke jajaran keanggotaan BPK. Padahal, kata Hasan Basri, menjadi anggota BPK apalagi bisa masuk menjadi pimpinan BPK adalah karir tertinggi bagi pegawai BPK yang telah meniti karir dari dalam begitu lama. RUU yang baru nanti harus memberi ruang yang cukup untuk itu.

Menurut Hasan Basri, rekrutmen anggota BPK harus mencantumkan secara jelas usia minimal dan maksimal. Dengan begitu, keanggotaan BPK dilantik dan berakhir secara bersamaan. Sekarang anggota BPK ada yang pergi dan masuk secara bergantian, sehingga rekrutmennya pun tidak teratur. Batas usia yang ada di UU BPK sekarang terlalu rendah, yaitu 35 tahun. Padahal, dulu di zaman ORBA, anggota BPK yang masuk banyak dari purnawirawan TNI/Polri, pensiunan BI, dan penegak hukum lainnya.

Pada bagian lain, RUU BPK ini nantinya juga harus mencantumkan kewajiban bagi penegak hukum untuk mengusut temuan tindak pidana korupsi (TPK) hasil audit BPK yang diserahkan ke penegak hukum. Selama ini, banyak audit investigasi BPK yang menemukan TPK didiamkan begitu saja. Bahkan, ada TPK di tahun 2003 belum juga ditindaklanjuti penegak hukum hingga sekarang. (mh)/foto:iwan armanias/parle.

BERITA TERKAIT
Peringatan Legislator Soal IUP untuk Ormas: Tambang Bukan Sekadar Soal Untung
30-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Edison Sitorus, menyoroti revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba)...
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...