Beranda / Perkara
PROFIL UU
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Nomor
27
Tahun
2009
PROFIL UU
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Nomor
27
Tahun
2009
MENU UU
Profil Perkara
No. Perkara
92/PUU-X/2012
Tanggal Registrasi
17 September 2012
Objek Perkara
Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan Undang-Undang Nimor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.Pasal 71 huruf (a, d, f), Pasal 102 ayat (1) huruf d, Pasal 107 ayat (1) huruf c, Pasal 147 ayat (1), (3) dan (4), Pasal 143 ayat (5), Pasal 144, Pasal 146 ayat (1), pasal 150 ayat (3), (4) huruf a, Pasal 151 ayat (1), (3), Pasal 154 ayat (5) UU No.27 Tahun 2009, Pasal 18 huruf g, Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 43 ayat (1), (2), Pasal 46 ayat (1), Pasal 48 ayat (2) dan (4), Pasal 65 ayat (3), (4), Pasal 68 ayat (2) huruf (c, d) ayat (3), (4) huruf a, Pasal 69 ayat (1) huruf (a, b), ayat (3), Pasal 70 ayat (1) dan (2).UU No.12 Tahun 2011
Bertentangan dengan Pasal 20 ayat (2), 22D ayat (2) UUD 1945
Inti Masalah
Ketentuan pasal-pasal, ayat-ayat tersebut diatas telah merugikan hak konstitusional para Pemohon, karena menurut para Pemohon seharusnya setiap RUU yang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama , DPD dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk mengajukan RUU dan kewenangan untuk menyetujui serta ikut membahas RUU sebagaimana diatur dalam Pasal 2o ayat (2), Pasal 22D ayat (1) dan (2) UUD 1945.
Data Pemohon
NO | PEMOHON | |
---|---|---|
1. | Ir.H.Irman Gusman, SE, MBA | |
2. | Dr.La Ode Ida | |
3. | Gusti Kanjeng Ratu Hemas |
Data Kuasa Hukum Pemohon
NO | KUASA HUKUM | |
---|---|---|
1. | Dr. Todung Mulya Lubis, SH.,LLM dkk |
Data Perbaikan
NO | TAHAP PERBAIKAN | TANGGAL PERBAIKAN | |
---|---|---|---|
1. | pertama | 08 Oktober 2012 |
Data Kehadiran
NO | SIDANG | TANGGAL KEHADIRAN | KETERANGAN DPR | |
---|---|---|---|---|
1. | I | 23 Oktober 2012 | keterangan DPR |
Data Putusan
TANGGAL PUTUSAN | AMAR PUTUSAN | KETERANGAN |
---|---|---|
21 Februari 2012 | "Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: [4.1] Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo; [4.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; [4.3] Dalil-dalil Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian; Menyatakan: 1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian, yaitu: 1.1. Pasal 102 ayat (1): 1) huruf a sepanjang frasa “dengan mempertimbangkan masukan dari DPD”; 2) huruf d sepanjang frasa “...atau DPD”; 3) huruf e sepanjang frasa “...atau DPD”; 4) huruf h; 1.2. Pasal 147; Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1.3. Pasal 102 ayat (1): 1) huruf a sepanjang frasa “dengan mempertimbangkan masukan dari DPD”; 2) huruf d sepanjang frasa “...atau DPD”; 3) huruf e sepanjang frasa “...atau DPD”; 4) huruf h; 1.4. Pasal 147; Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 1.5. Pasal 21 ayat (3) sepanjang kata “DPD”; 1.6. Pasal 43 ayat (2); 1.7. Pasal 45 ayat (1) sepanjang frasa “... kepada DPR”; 1.8. Pasal 46 ayat (1) sepanjang frasa “... atau DPD”; 1.9. Pasal 48 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); 1.10. Pasal 65 ayat (3); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1.11. Pasal 21 ayat (3) sepanjang kata “DPD”; 1.12. Pasal 43 ayat (2); 1.13. Pasal 45 ayat (1) sepanjang frasa “... kepada DPR”; 1.14. Pasal 46 ayat (1) sepanjang frasa “... atau DPD”; 1.15. Pasal 48 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); 1.16. Pasal 65 ayat (3); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 1.17. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043), yaitu: 1.17.1. Pasal 143 ayat (5) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD untuk Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.17.2. Pasal 143 ayat (5) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD untuk Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.17.3. Pasal 144 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR dan kepada pimpinan DPD untuk Rancangan Undang- Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.17.4. Pasal 144 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR dan kepada pimpinan DPD untuk Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.17.5. Pasal 146 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang beserta penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan kepada Presiden”; 1.17.6. Pasal 146 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang beserta penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademikyang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis olehpimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan kepada Presiden”; 1.17.7. Pasal 148 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Tindak lanjut pembahasan rancangan undang undang yang berasal dari DPR, DPD, atau presiden dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan”; 1.17.8. Pasal 148 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Tindak lanjut pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, DPD, atau presiden dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan”; 1.17.9. Pasal 150 ayat (2) huruf b bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “DPD memberikan penjelasan serta Presiden dan DPR menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD ”; 1.17.10. Pasal 150 ayat (2) huruf b tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “DPD memberikan penjelasan serta Presiden dan DPR menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD ”; 1.17.11. Pasal 150 ayat (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh: a. Presiden, apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR. b. DPR, apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden. c. DPD mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah atas rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.17.12. Pasal 150 ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh: a. Presiden, apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR. b. DPR, apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden. c. DPD mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah atas rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), yaitu: 1.18.1. Pasal 18 huruf g bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “rencana kerja pemerintah, rencana strategis DPR, dan rencana strategis DPD” 1.18.2. Pasal 18 huruf g tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “rencana kerja pemerintah, rencana strategis DPR, dan rencana strategis DPD” 1.18.3. Pasal 20 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “penyusunan Program Legislasi Nasional dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah”; 1.18.4. Pasal 20 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “penyusunan Program Legislasi Nasional dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah”; 1.18.5. Pasal 21 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi”; 1.18.6. Pasal 21 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi”; 1.18.7. Pasal 22 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “hasil penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR”; 1.18.8. Pasal 22 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “hasil penyusunan Prolegnas antara DPR, DPD, dan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR”; 1.18.9. Pasal 23 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “dalam keadaan tertentu, DPR, DPD, atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang 258 dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum;” 1.18.10. Pasal 23 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “dalam keadaan tertentu, DPR, DPD, atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang- Undang di luar Prolegnas mencakup: a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum;” 1.18.11. Pasal 43 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR, DPD, atau Presiden”; 1.18.12. Pasal 43 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR, DPD, atau Presiden”; 1.18.13. Pasal 48 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan kepada Presiden dan harus disertai Naskah Akademik”; 1.18.14. Pasal 48 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan kepada Presiden dan harus disertai Naskah Akademik”; 259 1.18.15. Pasal 49 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD untuk rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.16. Pasal 49 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden dan kepada pimpinan DPD untuk rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.17. Pasal 50 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR dan kepada pimpinan DPD untuk rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.18. Pasal 50 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR dan kepada pimpinan DPD untuk rancangan undang260 undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.19. Pasal 68 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: a. DPR memberikan penjelasan dan presiden menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR; b. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang- Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) berasal dari DPR; c. Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang berasal dari Presiden; d. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang- Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) berasal dari Presiden; e. DPD memberikan penjelasan serta DPR dan Presiden menyampaikan pandangan jika rancangan undangundang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) berasal dari DPD”; 1.18.20. Pasal 68 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: a. DPR memberikan penjelasan dan presiden menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR; b. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang- Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) berasal dari DPR; c. Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang berasal dari Presiden; d. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang- Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) berasal dari Presiden; e. DPD memberikan penjelasan serta DPR dan Presiden menyampaikan pandangan jika rancangan undangundang yang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) berasal dari DPD”; 1.18.21. Pasal 68 ayat (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh: a. Presiden dan DPD jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR; 262 b. DPR dan DPD jika Rancangan Undang-Undang berasal dari Presiden; c. DPR dan Presiden jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPD yang berkaitan dengan kewenangan DPD”; 1.18.22. Pasal 68 ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh: a. Presiden dan DPD jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR; b. DPR dan DPD jika Rancangan Undang-Undang berasal dari Presiden; c. DPR dan Presiden jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPD yang berkaitan dengan kewenangan DPD”; 1.18.23. Pasal 70 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR, Presiden, dan oleh DPD dalam hal Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.24. Pasal 70 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Rancangan Undang-Undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR, Presiden, dan oleh DPD dalam hal Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya 263 ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.25. Pasal 70 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, ”Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPR, Presiden, dan DPD dalam hal Rancangan Undang- Undang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.26. Pasal 70 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, ”Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPR, Presiden, dan DPD dalam hal Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; 1.18.27. Pasal 71 ayat (3) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, ”Ketentuan mengenai mekanisme khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut: a. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diajukan oleh DPR, Presiden, atau DPD dalam hal Rancangan Undang- Undang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; b. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan pada saat Rapat Paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden; dan c. Pengambilan keputusan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut.” 1.18.28. Pasal 71 ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, ”Ketentuan mengenai mekanisme khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut: a. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diajukan oleh DPR, Presiden, atau DPD dalam hal Rancangan Undang- Undang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah”; b. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan pada saat Rapat Paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden; dan c. Pengambilan keputusan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut.” 1.18.29. Pasal 88 ayat (1) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, ”Penyebarluasan dilakukan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, penyusunan Rancangan Undang-Undang, pembahasan Rancangan Undang-Undang, hingga Pengundangan Undang-Undang”; 1.18.30. Pasal 88 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, ”Penyebarluasan dilakukan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, penyusunan Rancangan Undang-Undang, pembahasan Rancangan Undang-Undang, hingga Pengundangan Undang- Undang”; 1.18.31. Pasal 89 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, “(1) Penyebarluasan Prolegnas dilakukan bersama oleh DPR, DPD, dan Pemerintah yang dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi; (2) Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dilaksanakan oleh komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. (3) Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPD dilaksanakan oleh komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPD yang khusus menangani bidang legislasi. (4) Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.” 1.18.32. Pasal 89 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “(1) Penyebarluasan Prolegnas dilakukan bersama oleh DPR, DPD, dan Pemerintah yang dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi; (2) Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dilaksanakan oleh komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. (3) Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPD dilaksanakan oleh komisi/panitia/badan/alat kelengkapan DPD yang khusus menangani bidang legislasi. (4) Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.” 2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;" | Dikabulkan |